Accessibility Tools

PPDI

PPDI: BRIN Jadi Saksi Langkah Advokasi Inklusivitas Politik bagi Difabel

Lowongan Kerja

Jakarta, ppdi.co.id – Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) bersama Pusat Layanan Difabel (PLD) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar riset dan survei nasional mengenai aksesibilitas serta inklusivitas penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

keterangan foto: “Suasana konferensi pers PPDI dan PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta saat memaparkan hasil riset aksesibilitas pemilu di Gedung Widya Graha BRIN, Jakarta (30/10/2025).”

Hasil riset tersebut dipaparkan dalam acara diskusi publik bertajuk “Membuka Akses: Meninjau Hambatan dalam Pemilu Menuju Revisi UU Pemilu yang Inklusif”, yang diselenggarakan di Lantai 1 Gedung Widya Graha BRIN Kawasan Sains Gatot Subroto, Jakarta, pada Rabu (30/10/2025).

Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya advokasi PPDI untuk mendorong revisi Undang-Undang Pemilu agar lebih demokratis, transparan, dan ramah bagi penyandang disabilitas.

Ketua Umum PPDI, H. Norman Yulian, dalam sambutannya menegaskan pentingnya memastikan hak politik penyandang disabilitas diakui dan difasilitasi oleh negara. “Partisipasi politik penyandang disabilitas bukan sekadar soal hak memilih dan dipilih, tetapi juga pengakuan terhadap kesetaraan sebagai warga negara. Negara harus menjamin bahwa tidak ada satu pun warga, termasuk penyandang disabilitas, yang kehilangan hak politiknya hanya karena hambatan akses,” tegasnya.

keterangan foto: “Suasana Para Peserta Sedang menyimak dan mendengarkan Ketua Umum PPDI Sambutan (30/10/2025).”

Sementara itu, hasil riset yang dipresentasikan oleh Suharto, Ph.D, akademisi sekaligus penyandang disabilitas netra dari UIN Sunan Kalijaga, menunjukkan bahwa masih banyak tantangan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia dari perspektif penyandang disabilitas.


Lima Hambatan Utama dalam Pemilu
Riset tersebut mengidentifikasi lima bentuk hambatan Utama yang masih dihadapi penyandang disabilitas dalam proses pemilu, antara lain:
1. Hambatan Legal, masih terdapat pasal-pasal dalam peraturan perundangan yang mengandung frasa “sehat jasmani dan rohani”, sehingga membatasi hak penyandang disabilitas untuk dipilih dalam pemilu. Selain itu, belum ada pengaturan rinci mengenai aksesibilitas TPS dan akomodasi seperti template braille yang hanya tersedia untuk pemilihan presiden dan wakil presiden.
2. Hambatan Institusional, yaitu rendahnya pemahaman penyelenggara pemilu terhadap isu disabilitas dan belum pernah diterapkannya sanksi atas pelanggaran hak politik penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2016.
3. Hambatan Struktural/Teknis, mencakup lokasi TPS yang tidak aksesibel, tidak tersedianya alat bantu bagi pemilih disabilitas, serta data pemilih disabilitas yang tidak akurat.
4. Hambatan Kultural, berupa stigma sosial yang menyebabkan sebagian penyandang disabilitas dianggap tidak mampu memilih, bahkan disembunyikan oleh keluarga sehingga tidak terdata sebagai pemilih.
5. Hambatan Partisipasi dan Seleksi, di mana partisipasi penyandang disabilitas masih rendah akibat minimnya akses informasi terkait tahapan dan kampanye pemilu yang ramah disabilitas.


Rekomendasi: Menuju Pemilu Yang Inklusif
Melalui hasil riset tersebut, PPDI dan PLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merekomendasikan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan pemilu yang benar-benar inklusif, di antaranya:
1. Penguatan regulasi dan revisi pasal-pasal yang diskriminatif,
2. Peningkatan akurasi data pemilih disabilitas,
3. Perbaikan aksesibilitas TPS dan penyediaan alat bantu seperti template braille,
4. Afirmasi dan peningkatan representasi penyandang disabilitas dalam politik,
5. Penegakan hukum terhadap tindakan diskriminatif,
6. Peningkatan kapasitas lembaga penyelenggara pemilu dalam memahami isu disabilitas, serta
7. Penyelenggaraan pendidikan politik yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Diskusi publik ini turut menghadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Perludem, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) sebagai penanggap hasil riset. Para penanggap memberikan konfirmasi, validasi, serta tanggapan atas temuan yang dipaparkan.


Perludem: Revisi UU Pemilu Harus Dibahas Sejak Dini
Dalam kesempatan yang sama, Annisa K. Alfath sebagai Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu & Demokrasi (Perludem) menekankan pentingnya pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dilakukan lebih awal agar tidak terburu-buru menjelang pelaksanaan Pemilu.
“Proses revisi ini penting untuk mengakomodasi berbagai persoalan kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Pemerintah dan DPR perlu segera menuntaskan revisi yang sudah masuk dalam Prolegnas sebelum Pemilu mendatang,” ujar Annisa.


KND: Aksesibilitas adalah Hak, Bukan Beban
Sementara itu, Fatimah Asri M dari Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND), menegaskan bahwa pemahaman terhadap ragam dan kebutuhan spesifik penyandang disabilitas sangat penting dalam mewujudkan pemilu yang inklusif.
“Diskusi ini menekankan pentingnya memahami ragam dan kebutuhan spesifik penyandang disabilitas. Aksesibilitas harus dilihat sebagai hak, bukan beban. Revisi UU diharapkan membuka ruang partisipatif dan menghapus hambatan hukum agar penyandang disabilitas dapat berperan aktif dalam pembuatan kebijakan,” ujarnya.


Advokasi Bersama untuk Revisi UU Pemilu
PPDI menegaskan bahwa hasil riset ini akan disampaikan kepada Koalisi Kodifikasi UU Pemilu, dan menjadi dasar advokasi bersama masyarakat sipil untuk mendorong revisi UU Pemilu yang lebih demokratis, transparan, dan aksesibel bagi seluruh warga negara.
“Kami berharap hasil riset ini menjadi langkah awal menuju reformasi pemilu yang lebih manusiawi dan inklusif. Penyandang disabilitas memiliki suara yang sama pentingnya dalam menentukan arah bangsa,” tutup H. Norman Yulian. *red

Mitra kerja